ulumul qur'an dan sejarah perkembangannya, serta ruang lingkupnya



BAB I
PENDAHULUAN

A.                     Latar Belakang
Dalam pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai pengertian dan ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
Didalam Al-Qur’an surat AN-NAHL Ayat:89 yang artinya:
“(dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).[1]
Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.


Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahannya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat mengetahui/memahami isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu ‘Ulumul Qur’an dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.
B.                      Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.                   Apa pengertian ‘Ulumul Qur’an ?
2.                   Bagaimana perkembangan ‘Ulumul Qur’an ?
3.                   Apa ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an ?

C.                     Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.                   Untuk mengetahui pengertian ‘Ulumul Qur’an.
2.                   Untuk mengetahui perkembangan ‘Ulumul Qur’an.
3.                  Untuk mengetahui ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an.






BAB II
PEMBAHASAN

A.                     Pengertian ‘Ulumul Qur’an

1.              Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum  adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu.[2] Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2.              Arti Kata Qur’an
Menurut bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan  kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a” yang artinya  membaca.
Menurut istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan al-Qur’an.[3]
3.              Arti Kata Ulumul Qur’an
Kata ulum yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai defenisi Ulumul Qur’an.

Diantaranya sebagai berikut:
1)             Al-Zarqani merumuskan pengertian Ulumul Qur’an sebagai: beberapa pembahasan yang berhubungan dengan  AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya.[4]
2)             Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie ‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya dan menafsirkannya, I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.[5]

Dari definisi diatas masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggap penting. Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.

Adapun perbedaannya terletak pada tiga hal:
1.             Aspek pembahasannya; defenisi pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya dan yang kedua menampilkan hannya lima daripadanya.
2.             Meskipun ke duanya tidak membataskan pembahasannya pada aspek-aspek yang ditampilkan, namun defenisi pertama lebih luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab, defenisi pertama diawali dengan kata Mabaahitsu yang merupakan bentuk jama’ yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya. Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.
3.             Pada perbedaan aspek pembahasan yang ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke duanya. Defenisi pertama disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dan kemu’jizatan Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi ke dua semua itu tidak disebutkan.[6]

Dengan melihat persamaan dan perbedaan antara ketiga defenisi di atas dapat diketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan defenisi ke dua. Dengan demikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap ilmu-ilmu Al- Qur’an yang selalu berkembang sebagaimana akan terlihat pada uraian sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an.
Penjelasan-penjelasan di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam defenisi Ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua, pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan  Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.

B.                      Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul Qur’an tidak lahir sekaligus. Ulumul  Qur’an menjelma menjadi suatu cabang disiplin ilmu setelah melalui proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal ini tentu banyak Pribadi dan kondisi yang membuatnya  sebagai cabang ilmu yang penting untuk memahami kitab suci Al Qur’an. Berikut ini kita lihat bagaimana alur lahirnya cabang ilmu ini.

a.              Masa Sebelum Penulisan
Di masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis.  Para sahabat adalah orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa  Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW. Sebagai contoh, ketika turun ayat:     
                                                                     
Dan mereka tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman…..”( Q.S Al-An’am: 82). Para sahabat bertannya: “ siapa dari kami yang tidak menganiaya (menzalimi) dirinya?”. Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik berdasarkan ayat: (sesungguhnya Syirik itu kezaliman yang besar ( Q.S Luqman:13).[7]
Larangan tersebut dikeluarkan, disamping karena dikhawatirkan terjadi kejumbuhan antara al-quran dengan lainya, juga di khawatirkan tercampurnya al-quran dengan yang bukan al-quran, selama al-quran itu masih turun.

Ringkasnya sahabat dahulu tidak/belum membutuhkan pembukuan ulumul quran itu adalah karena hal-hal sebagai berikut:
a)             Mereka terdiri dari orang-orang arab murni yang memiliki keistimewaan antara lain:
-                 Mempunyai daya hafalan yang kuat
-                 Memiliki kecerdasan yang tinggi
-                 Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
-                 Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
b)             Kebanyakan dari mereka terdiri dari orang-orang ummi. (tidak pandai membaca dan menulis) tetapi cerdas.
c)             Ketika mereka mengalami kesulita, langsung bertanya kepada rasulullah SAW.
d)            Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.
e)             Adanya larangan Rasulullah SAW menulis segala sesuatu selain ayat al-quran.[8]

b.              Masa Penulisan Ulumul Qur’an
Di zaman khalifah usman Bin Affan wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya perpecahan di kalangan muslimin tentang bacaan Al-Qur’an,  selama mereka tidak memiliki sebuah Al-Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Sehingga disalinlah dari tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang disebut Mushaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini, maka berarti Usman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm Al-Qur’an atau Ilmu  al- Rasm al- Utsman, yang selanjutnya menjadi salah satu kajian dalam ulumul quran.[9]
Di masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan Al-Qur’an.  Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-Qur’an.[10]
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatn. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling  berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri, Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul, ilmu nasikh danmansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.
Pada abad ke 2 H ulumul Qu’an memasuki masa pembukuan. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘ulum al-Qur’aniah ( induk ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.
Pada abad ke-3 terkenal seorang tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia orang pertama membentangkan  berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab dan istinbath ( penggalian hukum dari al-Qur’an). Di abad ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.

Berikut ini dapat kita lihat karya ulama pada abad ke -3, yaitu:
1)             Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali Ibn Al-Madini
2)             Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan keutamaan Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibn Salam.
3)             Kitab fahm Al-Qur’an wa Ma’anihi karya Al-Haris bin AsadAl-Muhasabi.
4)             Kitab Al-Hawi fi Ulumul Qur’an karya Muhammad bin Khalaf bin Al-Marzaban.
5)             Kitab tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al Dharis.
6)             Dalam bidang tafsir ditulis pula buku Al-Jami’ Al-Bayan  yang dianggap buku tafsir monumental (ajjal at-tafsir). Karangan Ibnu Jarir Ath-Thabrani .[11]
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
1.                      Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an. Isi kitab ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf, penulisan mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.
2.                      Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an.
3.                      Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya Gharib al-Qur’an.
4.                      Muhammad Ibn Ali al- Adfawi, kitabnya Al- Istighna fi Ulumul Qur’an.[12]
Di abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat. Adapun para tokoh serta karyanya adalah:
1.                        Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al-Qur’an.
2.                        Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath.
3.                        Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal Qur’an.[13]

Pada abad ke-6 lahir pula ilmu Mubhamat al-Qur’an. Abu Qasim Abdur Rahman al-Suahaili mengarang Mubhamat al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Al-Qur’an yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib al-Qur’an dan kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.[14]
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang terkenal dengan sebutan Al’Izz mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ‘Alam al- Din al- Sakhawi mengarang tentang Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al- Murtab fi al- Mutasyabih. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi, menlis kitab Al- Mursyid al- Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al- ‘Aziz.
Pada abad ke-8 H muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, seperti berikut ini:
1.                      Ibn Abi al- Ishba’, kitabnya tentang badai al-Qur’an. Ilmu ini membahas berbagai macam keindahan bahasa dalam al-Qur’an.
2.                      Ibn Qayyim, menulis tentang Aqsamul Qur’an.
3.                      Najamuddin al-Thufi, menulis tentang Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menetapkan suatu hokum.
4.                      Abu Hasan al-Mawardi menyusun ilmu amstal al-Qur’an.
5.                      Badruddin al-Zarkasyi, kitanya Al- Burhan fi Ulum Al-Qur’an.[15]

Pada abad ke- 9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Qur’an, yaitu:
1.                      Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap.  Sebab  dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an.
2.                      Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
3.                      Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80 mcam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al- Zarqani kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H.[16]

Sejak penghujung abad ke-13 H hingga abad ke -15, perhatian ulama terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan kebangkitan modern dalam perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.diantara Ulama yang menulis tentang Ulumul Qur’an ialah:
1.                      Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi Al-Qur’an.
2.                      Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil.
3.                      Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an.
4.                      Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an.
5.                         Sayyid Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-Qur’an.
6.                      Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar.
7.                      Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an.
8.                      T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an.
9.                      Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar ilmu Tafsir.
10.                  M. Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an.[17]

Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulumul Quran yang mudawwam atau yang telah sistematis, ada beberapa pendapat para ulama, diantaranya sebagai berikut;
a)                      Dr. Shubhi Ash-Shalih dalam bukunya Mabaahits fi Ulumul Qur’an mangatakan, istilah ulumul quran sudah mulai ada dari abad ke-3 H. Sebab, paling lambat pada akhir abad ke-3 itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Hawi fi ‘Ulumil Qur’an yang ditulis Imam Ibnu Marzuban (W 309 H). Yang jelas, dalam buku tersebut sudah menggunakan istilah Ulumul Quran, sehingga sudah barang tentu telah lahir pula istilah Ulumul Quran tersebut.
b)                      Syekh Abdul ‘Adhim Az-Zarqani dalam kitabnya Manaahilal ‘Irfan mengatakan, bahwa istilah ulumul quran itu sudah ada sejak abad ke-5 H. Sebab pada abad ke-5 itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an yang terdiri dari dari 30 juz. Karena itu, sejak abad ke-5 H itu banyak orang yang mendengar istilah Ulumul Qur’an.
c)                      Jumhur ulama dan para ahli sejarah Ulumul Quran berpendirian, istilah Ulumul Quran yang mudawwam itu ada pada abad ke-7 H. Sebab, baru pada akhir abad ke-7 mulai ada kitab-kitab yang memakai istilah Ulumul Quran, diantaranya yaitu: kitab fununul afnan fi ‘Ulumul Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘ulumin tata’allaqu bil qur’an  yang ditulis oleh Abul Fajar Ibnu Jauzi (W 597 H). Dengan demikian, sejak awal abad ke-7 H itulah istilah Ulumul Quran itu sudah tersiar luas, karena kitab-kitab tersebut sudah menyebar dan banyak dibaca orang.[18]

C.                     Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an sehingga sebagian ulama menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan, menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam Al Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran mengandung makna zahir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.

Firman Allah :
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi :109).[19]

Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Quran itu kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai berikut:

Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al Quran, dan sejarah turunnya Al quran.[20]
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayatnya dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al quran) hal ini menyangkut waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah) idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan dengan al quran, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, ‘amm (umum) yang dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan oleh sunnah, yang nas, yang dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab (panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[21]

D.                     Cabang – Cabang  (Pokok Bahasan) ‘Ulumul Al-Qur’an
Menurut T.M Ash-shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu Al-Qur’an yang terpokok.[22]
1)                      Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.

2)                      Ilmu tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.
3)                      Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat.
4)                      Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
5)                      Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
6)                      Ilmu Gharib Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7)                      Ilmu I’rab Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8)                      Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada tempat tertentu.
9)                      Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya, perlu ditakwil).
10)                  Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11)                  Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu ini bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.
12)                  Ilmu I’jaz Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat membungkam para sastrawan Arab.
13)                  Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan yang dibelakangnya.
14)                  Ilmu Aqsam Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15)                  Ilmu Amtsal Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.
16)                  Ilmu Jidal Al-Qur’an
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.
17)                  Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an
Ilmu ini memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.










BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang disandarkan kepada Al-Qur’an sebagai penunjang untuk memahami Al-Qur’an secara luas dan mendalam. Perlu kita pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam rangka meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.
Pertumbuhan dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an berlangsung dalam rentang waktu yang panjang. Walaupun pada masa nabi hidup di siplin ilmu ini belum dibukukan, sebab sahabat merasa cukup meminta penjelasan dari rasul akan sesuatu yang tidak dipahami. Namun hal ini berkembang, dimana wilayah Islam telah luas dan banyak orang ‘Ajam (non Arab) yang masuk Islam, tentunya mereka mengalami kesulitan dalam membaca dan memahami Al-Qur’an. Lahirlah inisiatif dari Usman untuk menyalin Al-Qur’an kembali dari Salinan Al-Qur’an  yang pernah ditulis di masa Nabi hidup dan diperbanyak. Tindakan ini disusul dengan berbagai kegiatan para sahabat dan para tabi’in untuk menggali berbagai ilmu dalam Al-Qur’an, sehingga lahirlah berbagai kitab. Akhirnya pada abad ke-2 H ‘Ulumul Qur’an mulai dibukukan. Dengan kitab-kitab yang sudah ditulis tersebut semakin meramaikan pembahasan para Ulama tentang Al-Qur’an. Imam As-Suyuthi adalah salah satu Ulama ‘Ulumul Qur’an yang berpengaruh, karena kitabnya menjadi pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.




Saran-Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari Dewan Guru yang telah membimbing kami dan para Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini.
Apabila ada kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.












DAFTAR PUSTAKA


Abdul Djalal, Ulumul Quran, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000 Cet.II
Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I Bandung: Pustaka Setia, 1997 cet. I
Al-Quran dan Terjemahannya  Bandung: CV Penerbit   Diponegoro, 2005 cet. X
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,  Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004
M.Yusuf, Studi Al-Quran Jakarta: Amzah, 2009
Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1988
Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1988
Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002 Cet. IV
Rosihan Anwar, ‘Ulumul Qur’an Bandung: Pustaka Setia, 2007
T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1993


[1] Al-Quran dan Terjemahannya ( Cet.X Bandung, CV Penerbit   Diponegoro, 2005), hal. 277


[2] Ahmad Syadali, ‘Ulumul Qur’an I (Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 1997), hal. 11

[3] Rosihan Anwar, ‘Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 11
[4] Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum al- Qur’an, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hal. 27
[5] T.M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hal.10-11

[6] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, hal. 9
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004), hal.138

[8] Abdul Djalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000) Cet.2, Hal.28
[9] M.Yusuf, Studi Al-Quran, (Jakarta: Amzah, 2009) Hal.6
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi,op, cit.  Hal.14
[13] Ibid
[14] Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hal. 221
[15] Ibid., hal. 22
[16] Ramli Abdul Wahid, Op. Cit. Hal.20
[17] Ibid., hal. 21
[18] Abdul Djalal, op, cit. hal. 39
[19] Ahmad Syadali, op, cit. hal.17
[20] Rosihon Anwar,op, cit. hla 14
[21] Syadili,ahmad. Op, cit. hal. 18.
[22]T.M.Hasbi Ash-shiddieqy, op, cit. hal. 14

Comments

Popular posts from this blog

AHLIYAH DAN PEMBAGIANNYA

Makalah ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP)

13 tokoh pendiri pmii dan sejarah singkat pmii