ulumul qur'an dan sejarah perkembangannya, serta ruang lingkupnya
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam
pembahasan makalah ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai pengertian
dan ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
Al-Qur’an
adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara
malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum
muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
Didalam Al-Qur’an surat AN-NAHL
Ayat:89 yang artinya:
“(dan
ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi
atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran)
untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S. An-Nahl : 89).[1]
Mempelajari isi Al-Qur’an akan menambah perbendaharaan
baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan
selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin
akan keunikan isinya yang menunjukkan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
Oleh karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang
mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang
yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan
terjemahannya, sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri
banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Maka dari itu, untuk dapat
mengetahui/memahami isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah ilmu yang mempelajari
bagaimana tata cara menafsiri Al-Qur’an yaitu ‘Ulumul Qur’an dan juga terdapat
faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan ini, kita sebagai generasi islam
supaya lebih mengenal Al-Qur’an, karena tak kenal maka tak sayang.
B.
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian ‘Ulumul Qur’an ?
2.
Bagaimana perkembangan ‘Ulumul
Qur’an ?
3.
Apa ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul
Qur’an ?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengertian ‘Ulumul
Qur’an.
2.
Untuk mengetahui perkembangan
‘Ulumul Qur’an.
3.
Untuk mengetahui ruang lingkup
pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian ‘Ulumul Qur’an
1.
Arti Kata ‘Ulum
Secara etimologi, kata ‘Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata,
yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ‘ulum adalah bentuk jamak
dari kata “ilmu” yang berarti
ilmu-ilmu.[2] Kata ulum
yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini
merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari
segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap
petunjuk yang terkandung di dalamnya.
2.
Arti Kata Qur’an
Menurut
bahasa, kata “Al-Qur’an” merupakan bentuk mashdar yang maknanya sama dengan kata “qira’ah” yaitu bacaan. Bentuk mashdar
ini berasal dari fi’il madhi “qoro’a” yang artinya
membaca.
Menurut
istilah, “Al-Qur’an” adalah firman Allah yang bersifat mu’jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril, yang dimulai surah
Al-Fatihah dan diakhiri surah An-Nas, yang dinukil dengan jalan mutawatir dan
yang membacanya merupakan ibadah.
Sedangkan ”al-Qur’an” menurut
ulama ushul, fiqih, dan ulama bahasa adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW yang lafazh-lafazhnya mengandung mukjizat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang
diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat
al-Fatihah sampai surat an-Nas, dengan demikian, secara bahasa, ’ulum
al-Qur’an adalah ilmu-ilmu (pembahasan-pembahasan) yang berkaitan dengan
al-Qur’an.[3]
3.
Arti Kata Ulumul Qur’an
Kata ulum
yang disandarkan kepada kata “al-Qur’an”
telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan
al-Qur’an, baik dari segi kberadaannya sebagai al-Qur’an maupun dari segi
pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Secara istilah, para
ulama telah merumuskan berbagai defenisi Ulumul Qur’an.
Diantaranya sebagai berikut:
1)
Al-Zarqani merumuskan pengertian
Ulumul Qur’an sebagai: beberapa pembahasan yang berhubungan dengan AL-Qur’an al-Karim, dari segi turunnya,
urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya,
kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan
keraguan terhadapnya, dan sebagainya.[4]
2)
Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie ‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya,
menulisnya, membacanya dan menafsirkannya, I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak
syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.[5]
Dari definisi
diatas masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan
yang dianggap penting. Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.
Adapun perbedaannya terletak pada
tiga hal:
1.
Aspek pembahasannya; defenisi
pertama menampilkan sembilan aspek pembahasannya dan yang kedua menampilkan
hannya lima daripadanya.
2.
Meskipun ke duanya tidak membataskan
pembahasannya pada aspek-aspek yang ditampilkan, namun defenisi pertama lebih
luas cakupannya dari yang ke dua. Sebab, defenisi pertama diawali dengan kata Mabaahitsu yang merupakan bentuk jama’
yang tidak berhingga dan menyebut secara eksplisit penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keragu-raguan terhadap al-Qur’an sebagai bagian dari pembahasannya.
Sedangkan defenisi yang kedua tidak demikian.
3.
Pada perbedaan aspek pembahasan yang
ditampilkan tidak semuanya sama di antara ke duanya. Defenisi pertama
disebutkan bahwa penulisan al-Qur’an, Qiraat, penafsiran dan kemu’jizatan
Al-Qur’an sebagai bagian pembahasannya. Sementara itu, dalam defenisi ke dua
semua itu tidak disebutkan.[6]
Dengan
melihat persamaan dan perbedaan antara ketiga defenisi di
atas dapat diketahui bahwa defenisi pertama lebih lengkap dibanding dengan
defenisi ke dua. Dengan demikian defenisi kedua lebih akomodatif terhadap
ilmu-ilmu Al- Qur’an yang selalu berkembang sebagaimana akan terlihat pada
uraian sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an.
Penjelasan-penjelasan
di atas juga menunjukkan adanya dua unsur penting dalam defenisi Ulumul Qur’an.
Pertama, bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua,
pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaannya
sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan
petunjuk hidup bagi manusia.
B.
Sejarah Perkembangan Ulumul Qur’an
Sebagai ilmu
yang terdiri dari berbagai cabang dan macamnya, ‘Ulumul Qur’an tidak lahir
sekaligus. Ulumul Qur’an menjelma
menjadi suatu cabang disiplin ilmu setelah melalui proses pertumbuhan dan
perkembangannya. Dalam hal ini tentu banyak Pribadi dan kondisi yang
membuatnya sebagai cabang ilmu yang
penting untuk memahami kitab suci Al Qur’an. Berikut ini kita lihat bagaimana
alur lahirnya cabang ilmu ini.
a.
Masa Sebelum Penulisan
Di masa
Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu
yang berdiri sendiri dan tertulis. Para
sahabat adalah orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi
dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka
dapat menanyakan langsung kepada Rasul SAW. Sebagai contoh, ketika turun ayat:
Dan mereka
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman…..”( Q.S
Al-An’am: 82). Para sahabat bertannya: “ siapa dari kami yang tidak menganiaya
(menzalimi) dirinya?”. Nabi menafsirkan kata zulm di sini dengan syirik
berdasarkan ayat: (sesungguhnya Syirik itu kezaliman yang besar
( Q.S Luqman:13).[7]
Larangan
tersebut dikeluarkan, disamping karena dikhawatirkan terjadi kejumbuhan antara
al-quran dengan lainya, juga di khawatirkan tercampurnya al-quran dengan yang
bukan al-quran, selama al-quran itu masih turun.
Ringkasnya
sahabat dahulu tidak/belum membutuhkan pembukuan ulumul quran itu adalah karena
hal-hal sebagai berikut:
a)
Mereka terdiri dari orang-orang
arab murni yang memiliki keistimewaan antara lain:
-
Mempunyai daya hafalan yang kuat
-
Memiliki kecerdasan yang tinggi
-
Mempunyai daya tangkap yang
sangat tajam
-
Mempunyai kemampuan bahasa yang
luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
b)
Kebanyakan dari mereka terdiri
dari orang-orang ummi. (tidak pandai membaca dan menulis) tetapi cerdas.
c)
Ketika mereka mengalami kesulita,
langsung bertanya kepada rasulullah SAW.
d)
Waktu dulu belum ada alat-alat
tulis yang memadai.
e)
Adanya larangan Rasulullah SAW
menulis segala sesuatu selain ayat al-quran.[8]
b.
Masa Penulisan Ulumul Qur’an
Di zaman
khalifah usman Bin Affan wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi
pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa
Arab. Keadaan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan sahabat akan terjadinya
perpecahan di kalangan muslimin tentang bacaan Al-Qur’an, selama mereka tidak memiliki sebuah Al-Qur’an
yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Sehingga disalinlah dari tulisan
aslinya sebuah al-Qur’an yang disebut Mushaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan
ini, maka berarti Usman telah meletakkan suatu dasar Ulumul Qur’an yang disebut
Rasm Al-Qur’an atau Ilmu al-
Rasm al- Utsman, yang selanjutnya menjadi salah satu kajian dalam
ulumul quran.[9]
Di masa Ali terjadi perkembangan
baru dalam ilmu Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari
bangsa non Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan
Al-Qur’an. Ali menyuruh Abu al-Aswad
al-Duali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk
memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga Al-Qur’an dari keteledoran
pembacanya. Tindakan khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu
nahwu dan I’rab al-Qur’an.[10]
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan
para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada
penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara
lisan, bukan melalui tulisan atau catatn. Kegiatan-kegiatan ini dipandang
sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah
khalifah yang empat, Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Zaid Ibn Tsabit, Abu Musa
al-Asy’ari, Abdullah Ibn al-Zubair dari kalangan sahabat. Sedangkan dari
kalangan tabi’in ialah Mujahid, Atha’, Ikrimah, Qatadah, Al-Hasan al-Bashri,
Sa’id Ibn Jubair, dan Zaid Ibn Aslam di Madinah. Kemudian Malik bin Anas dari
generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama
bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban
al-nuzul, ilmu nasikh danmansukh,
ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.
Pada abad ke 2 H ulumul Qu’an
memasuki masa pembukuan. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka
kepada ilmu tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-‘ulum al-Qur’aniah ( induk
ilmu-ilmu Al-Qur’an). Penulis pertama dalam tafsir adalah Syu’bah Ibn
al-Hajjaj, Sufyan Ibn ‘Uyaynah, dan Wali’ Ibn al-Jarrah.
Pada abad ke-3 terkenal seorang
tokoh tafsir, yaitu Ibn Jarir al-Thabari. Dia orang pertama membentangkan berbagai pendapat dan mentarjih sebagiannya
atas lainnya. Ia juga mengemukakan I’rab
dan istinbath ( penggalian hukum dari
al-Qur’an). Di abad ini juga lahir ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan
mansukh, ilmu tentang ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah.
Berikut ini dapat kita lihat karya
ulama pada abad ke -3, yaitu:
1)
Kitab Asbab al-Nuzul karangan Ali
Ibn Al-Madini
2)
Kitab nasikh dan mansukh, Qiraat dan
keutamaan Al-Qur’an disusun oleh Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibn Salam.
3)
Kitab fahm Al-Qur’an wa Ma’anihi karya Al-Haris bin AsadAl-Muhasabi.
4)
Kitab Al-Hawi fi Ulumul Qur’an karya Muhammad bin Khalaf bin Al-Marzaban.
5)
Kitab tentang ayat-ayat Makiyah dan
Madaniyah karya Muhammad Ibn Ayyub al Dharis.
6)
Dalam bidang tafsir ditulis pula
buku Al-Jami’ Al-Bayan yang dianggap buku tafsir monumental (ajjal at-tafsir). Karangan Ibnu Jarir
Ath-Thabrani .[11]
Di abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an dan beberapa
kitab Ulumul Qur’an. Adapun Ulama ulumul Qur’an pada masa ini adalah:
1.
Abu Bakar Muhammad Ibn al-Qasim
al-Anbari, kitabnya ‘Ajaib Ulumul Qur’an. Isi kitab
ini tentang keutamaan Al-Qur’an, turunnya atas tujuh huruf, penulisan
mushaf-mushaf, jumlah surah, ayat dan kata –kata Al-Qur’an.
2.
Abu al-Hasan al-‘Asy’ari, kitabnya
Al-Mukhtazan fi Ulumul Qur’an.
3.
Abu Bakar al-Sijistani, kitabnya
Gharib al-Qur’an.
Di abad ke-5 muncul pula tokoh dalam ilmu qiraat.
Adapun para tokoh serta karyanya adalah:
1.
Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi,
kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al-Qur’an.
2.
Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir
fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath.
3.
Al- Mawardi, kitabnya tentang amtsal
Qur’an.[13]
Pada abad ke-6 lahir pula ilmu
Mubhamat al-Qur’an. Abu Qasim Abdur Rahman al-Suahaili mengarang Mubhamat
al-Qur’an. Ilmu ini menerangkan lafal-lafal Al-Qur’an yang maksudnya apa dan
siapa tidak jelas. Ibn al-Jauzi menulis kitab Funun al- Afnan Fi ‘Aja’ib
al-Qur’an dan kitab Al- Mujtaba fi Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.[14]
Pada abad ke-7 Ibn Abd al-Salam yang
terkenal dengan sebutan Al’Izz mengarang kitab Majaz al-Qur’an. ‘Alam al- Din
al- Sakhawi mengarang tentang Qiraat. Ia menulis kitab Hidayah al- Murtab fi
al- Mutasyabih. Abu Syamah Abd al-Rahman Ibn Ismail al- Maqdisi, menlis kitab
Al- Mursyid al- Wajiz fi ma Yata’allaq bi al- Qur’an al- ‘Aziz.
Pada abad ke-8 H muncul beberapa
ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an, seperti berikut ini:
1.
Ibn Abi al- Ishba’, kitabnya tentang
badai al-Qur’an. Ilmu ini
membahas berbagai macam keindahan bahasa dalam al-Qur’an.
2.
Ibn Qayyim, menulis tentang Aqsamul
Qur’an.
3.
Najamuddin al-Thufi, menulis tentang
Hujaj al-Qur’an. Isi kitab ini tentang bukti-bukti yang dipergunakan Al-Qur’an
dalam menetapkan suatu hokum.
4.
Abu Hasan al-Mawardi menyusun ilmu
amstal al-Qur’an.
5.
Badruddin al-Zarkasyi, kitanya Al-
Burhan fi Ulum Al-Qur’an.[15]
Pada abad
ke- 9 muncul beberapa ulama melanjutkan perkembangan ilmu-ilmu Qur’an, yaitu:
1.
Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya
Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang
sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap. Sebab
dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an.
2.
Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji,
kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir,
takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan dalam kitabnya itu tentang
syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
3.
Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya
Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul
Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau menyusun lagi
sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80 mcam
ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al- Zarqani kitab ini
merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah
wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan
seperti kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-Suyuthi
sampai dengan akhir abad ke 13 H.[16]
Sejak penghujung abad ke-13 H hingga
abad ke -15, perhatian ulama terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Qur’an
kembali bangkit. Kebangkitan ini sejalan dengan kebangkitan modern dalam
perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.diantara Ulama yang menulis tentang Ulumul
Qur’an ialah:
1.
Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah
bi Al-Qur’an.
2.
Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (1332
H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil.
3.
Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani,
kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum
Al-Qur’an.
4.
Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an.
5.
Sayyid Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi Al-Qur’an dan Fi
Zilal Al-Qur’an.
6.
Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar.
7.
Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an.
8.
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an.
9.
Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan,
kitabnya Pengantar ilmu Tafsir.
10.
M. Quraish Shihab, kitabnya
membumikan Al-Qur’an.[17]
Adapun mengenai kapan lahirnya istilah Ulumul Quran yang mudawwam atau yang
telah sistematis, ada beberapa pendapat para ulama, diantaranya sebagai
berikut;
a)
Dr. Shubhi Ash-Shalih dalam
bukunya Mabaahits fi Ulumul Qur’an mangatakan,
istilah ulumul quran sudah mulai ada dari abad ke-3 H. Sebab, paling lambat
pada akhir abad ke-3 itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Hawi fi ‘Ulumil Qur’an yang ditulis Imam Ibnu Marzuban (W 309
H). Yang jelas, dalam buku tersebut sudah menggunakan istilah Ulumul Quran,
sehingga sudah barang tentu telah lahir pula istilah Ulumul Quran tersebut.
b)
Syekh Abdul ‘Adhim Az-Zarqani
dalam kitabnya Manaahilal ‘Irfan mengatakan,
bahwa istilah ulumul quran itu sudah ada sejak abad ke-5 H. Sebab pada abad
ke-5 itu sudah ada kitab yang berjudul Al-Burhan
fi ‘Ulumil Qur’an yang terdiri dari dari 30 juz. Karena itu, sejak abad
ke-5 H itu banyak orang yang mendengar istilah Ulumul Qur’an.
c)
Jumhur ulama dan para ahli
sejarah Ulumul Quran berpendirian, istilah Ulumul Quran yang mudawwam itu ada
pada abad ke-7 H. Sebab, baru pada akhir abad ke-7 mulai ada kitab-kitab yang
memakai istilah Ulumul Quran, diantaranya yaitu: kitab fununul afnan fi ‘Ulumul Qur’an dan kitab Al-Mujtaba fi ‘ulumin tata’allaqu bil qur’an yang ditulis oleh Abul Fajar Ibnu Jauzi (W 597
H). Dengan demikian, sejak awal abad ke-7 H itulah istilah Ulumul Quran itu
sudah tersiar luas, karena kitab-kitab tersebut sudah menyebar dan banyak
dibaca orang.[18]
C.
Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Mengingat luasnya ruang lingkup kajian Ulumul Qur’an
sehingga sebagian ulama menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. Bahkan,
menurut Abu Bakar Al-‘Arabi, ilmu-ilmu Al Qur’an itu mencapai 77.450. Hal ini
didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam Al Qur’an dengan dikalikan
empat. Sebab setiap kata dalam Al-Quran mengandung makna zahir, batin,
terbatas, dan tidak terbatas. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang
terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam
al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas.
Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari
sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Firman Allah :
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk
(menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak
itu (pula)”.(Q.S. Al-Kahfi :109).[19]
Namun demikian, Ash-Shiddieqi memandang segala macam
pembahasan Ulumul Quran itu kembali kepada bebrapa pokok persoalan saja sebagai
berikut:
Pertama, persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut
tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya Al Qur’an, sebab-sebab turunnya Al
Quran, dan sejarah turunnya Al quran.[20]
Kedua, persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal
yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk
qiraat Nabi, para periwayatnya dan para penghafal Al-Quran, dan cara tahammul
(penerimaan riwayat).
Ketiga, persoalan ada’ al qiroah (cara membaca al
quran) hal ini menyangkut waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai) imalah,
madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah)
idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya)
Keempat, pembahasan yang menyangkut lafal al quran
yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata),
majaz (metafora), musytarak (lafal yang mengandung lebih dari satu makna),
murodif (sinonim), isti’arah (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
Kelima, Persoalan makna al quran yang berhubungan
dengan al quran, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam
keumumannya, ‘amm (umum) yang dimaksud khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkan
oleh sunnah, yang nas, yang dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang mufassal
(dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan) yang mafhum (makna
yang berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas),
yang muhkam (kukuh, jelas) mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik),
yang nasikh (menghapus), dan mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor
( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul
(diamalkan) oleh seorang saja.
Keenam, persoalan, makna al quran yang berhubungan
dengan lafal yaitu fasl (pisah) wasl (berhubungan) ijaz (singkat) itnab
(panjang) musawah (sama) dan qosr (pendek).[21]
D.
Cabang – Cabang (Pokok
Bahasan) ‘Ulumul Al-Qur’an
Menurut T.M Ash-shiddieqy, ada tujuh belas ilmu-ilmu
Al-Qur’an yang terpokok.[22]
1)
Ilmu Mawathin al-Nuzul
Ilmu ini menerangkan
tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.
2)
Ilmu tawarikh al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan masa turun
ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai akhirnya serta
urutan turun surah dengan sempurna.
3)
Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu ini menjelaskan sebab-sebab
turunnya ayat.
4)
Ilmu Qiraat
Ilmu ini menerangkan
bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada sepuluh
Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.
5)
Ilmu Tajwid
Ilmu ini menerangkan cara membaca
Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat memulai, berhenti,
bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.
6)
Ilmu Gharib Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan makna
kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa Arab yang
biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti
menjelskan makna kata-kata yang pelik dan tinggi.
7)
Ilmu I’rab Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan baris
kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.
8)
Ilmu Wujuh wa al-Nazair
Ilmu ini menerangkan kata-kata
Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna yang dimaksud pada
tempat tertentu.
9)
Ilmu Ma’rifah al-Muhkam wa
al-Mutasyabih
Ilmu ini menjelaskan ayat-ayat
yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat (samar maknanya,
perlu ditakwil).
10)
Ilmu Nasikh wa al-Mansukh
Ilmu ini menerangkan ayat-ayat
yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian mufassir.
11)
Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu ini bertujuan menampilkan
keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan, keanehan-keanehan, dan
ketinggian balaghahnya.
12)
Ilmu I’jaz Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan kekuatan
susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat membungkam para sastrawan
Arab.
13)
Ilmu Tanasub Ayat Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan persesuaian
dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan yang dibelakangnya.
14)
Ilmu Aqsam Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan arti dan
maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.
15)
Ilmu Amtsal Al-Qur’an
Ilmu ini menerangkan maskud
perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.
16)
Ilmu Jidal Al-Qur’an
Ilmu ini membahas bentuk-bentuk
dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan kepada kamu Musyrik
yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.
17)
Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an
Ilmu ini memaparkan tata-cara dan
kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian
di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas segala
hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang disandarkan kepada
Al-Qur’an sebagai penunjang untuk memahami Al-Qur’an secara luas dan mendalam.
Perlu kita pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam rangka meraih
kesuksesan di dunia dan akhirat.
Pertumbuhan
dan perkembangan ‘Ulumul Qur’an berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
Walaupun pada masa nabi hidup di siplin ilmu ini belum dibukukan, sebab sahabat
merasa cukup meminta penjelasan dari rasul akan sesuatu yang tidak dipahami.
Namun hal ini berkembang, dimana wilayah Islam telah luas dan banyak orang
‘Ajam (non Arab) yang masuk Islam, tentunya mereka mengalami kesulitan dalam
membaca dan memahami Al-Qur’an. Lahirlah inisiatif dari Usman untuk menyalin
Al-Qur’an kembali dari Salinan Al-Qur’an
yang pernah ditulis di masa Nabi hidup dan diperbanyak. Tindakan ini
disusul dengan berbagai kegiatan para sahabat dan para tabi’in untuk menggali
berbagai ilmu dalam Al-Qur’an, sehingga lahirlah berbagai kitab. Akhirnya pada
abad ke-2 H ‘Ulumul Qur’an mulai dibukukan. Dengan kitab-kitab yang sudah
ditulis tersebut semakin meramaikan pembahasan para Ulama tentang Al-Qur’an.
Imam As-Suyuthi adalah salah satu Ulama ‘Ulumul Qur’an yang berpengaruh, karena
kitabnya menjadi pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini.
Saran-Saran
Demikianlah
tugas penyusunan makalah ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih
menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah
keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan
merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi
seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat
bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari para pembaca, khususnya dari Dewan Guru yang telah membimbing
kami dan para Mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini.
Apabila ada
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Djalal, Ulumul Quran, Surabaya:
Dunia Ilmu, 2000 Cet.II
Ahmad
Syadali, ‘Ulumul Qur’an I Bandung: Pustaka Setia, 1997 cet. I
Al-Quran dan Terjemahannya Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2005 cet. X
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004
M.Yusuf, Studi Al-Quran Jakarta:
Amzah, 2009
Muhammad
Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan fi ulum
al- Qur’an, Beirut: Dar al-Fikr, 1988
Nawawi,
Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar
Ilmu Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang,
1988
Ramli
Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, Jakarta:
PT RajaGrafindo, 2002 Cet. IV
Rosihan
Anwar, ‘Ulumul Qur’an Bandung:
Pustaka Setia, 2007
T.M.
Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang,
1993
[4]
Muhammad Abdul ‘Azim, Manahil al- ‘Irfan
fi ulum al- Qur’an, ( Beirut: Dar al-Fikr, 1988), hal. 27
[7]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya, ( Jakarta: PT. Syamil Cipta Media, 2004), hal.138
[14]
Nawawi, Rifat Syauqi dan M. Ali Hasan, Pengantar
Ilmu Tafsir, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1988), hal. 221
Comments
Post a Comment